TpC6TpY8TfW5GSM5GfAiGfApBA==

NARASI, PPPK Halmahera Selatan: Saat Koneksi Mengalahkan Kompetensi, dan Hukum Dikebiri di Hadapan Nepotisme

Hal-Sel / POLEMIK INDONESIA - Di sebuah sudut republik yang semestinya menjadi teladan keadilan dan meritokrasi, justru tersingkap kenyataan pahit yang menyayat nalar publik: di Halmahera Selatan, anda tak perlu cerdas, tak perlu mengabdi, tak perlu pengalaman, asal punya "orang dalam" — anda bisa jadi pegawai. Buktinya? Kasus Amran Jasim kini menjadi contoh nyata betapa institusi negara bisa dilipat oleh kekuatan koneksi dan permainan birokrasi.

Dengan nomor ujian 24790440810000036, Amran tercatat sebagai peserta Seleksi PPPK Tahap II Kabupaten Halmahera Selatan, yang digelar pada 28 April 2025 di Aula Dinas Pendidikan. Ia mengikuti sesi ketiga dan mengambil formasi Kuota Malaria Center — posisi strategis dalam sektor kesehatan masyarakat.

Namun, masyarakat geger bukan karena prestasi atau rekam jejaknya. Amran bukan seorang honorer yang bertahun-tahun mengabdi di pelosok. Ia justru adalah karyawan aktif PT Wanatiara Persada, sebuah perusahaan tambang, sejak 28 Oktober 2019 hingga mengundurkan diri hanya sebulan sebelum ujian PPPK dimulai, pada 29 Maret 2025.

Pertanyaannya, kapan dia mengabdi sebagai tenaga honorer?

SK Siluman dan Permainan di Puskesmas

Untuk bisa mengikuti seleksi PPPK, syarat formal dari Permenpan-RB No. 20 Tahun 2022 menyebut peserta harus memiliki pengalaman kerja minimal dua tahun sebagai non-ASN secara terus-menerus, yang dibuktikan dengan SK dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).

Namun, Amran diduga memanfaatkan SK Honorer dari Puskesmas Bibinoi, yang diterbitkan atas rekomendasi Kepala Puskesmas Nasarudin Kamarullah. Anehnya, tidak ada satu pun bukti atau jejak administrasi yang menunjukkan bahwa Amran pernah bekerja di sana.

Tidak ada fingerprint. Tidak ada absen. Tidak ada laporan kegiatan. Tidak ada siapa pun yang pernah melihat dia bekerja sebagai honorer.

Inilah yang membuat masyarakat meledak dalam kemarahan. “Kami rela bertahun-tahun mengabdi, bahkan dengan honor seadanya, tapi orang yang bahkan tak pernah hadir bisa lolos karena koneksi?” ucap seorang peserta seleksi PPPK yang menolak disebutkan namanya.

Sorotan Tajam untuk BKD dan Kepala Puskesmas

Kemarahan publik kini mengarah pada dua titik penting: Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Halmahera Selatan dan Kepala Puskesmas Bibinoi. Keduanya dinilai menjadi pintu masuk praktik manipulatif yang melecehkan jerih payah ribuan tenaga honorer.

BKD dinilai membiarkan praktek ini terjadi, atau bahkan terlibat langsung dalam permainan licik dokumen fiktif. Ada dugaan bahwa Amran memiliki kerabat atau orang dekat di dalam instansi tersebut, yang membuka jalan mulus dari tambang ke kursi pemerintahan.

Warga pun menyindir keras, “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi? Untuk apa mengabdi bertahun-tahun? Di Halmahera Selatan, semua itu tak berlaku kalau tak punya keluarga di BKD.”

Diamnya Pemerintah, Gagalnya Harapan

Sampai detik ini, tidak ada pernyataan resmi dari BKD Halsel, tak juga dari Kepala Puskesmas Bibinoi. Mereka memilih diam — barangkali berharap angin akan meredakan gelombang kritik. Tapi publik tak lagi bisa dibungkam.

Gelombang protes mulai terdengar dari berbagai kecamatan, dari komunitas kesehatan, hingga jaringan honorer yang merasa dihianati. Mereka menuntut:

  • Verifikasi menyeluruh terhadap SK Amran Jasim.

  • Evaluasi dan sanksi tegas terhadap Kepala Puskesmas Bibinoi.

  • Audit internal BKD oleh instansi independen.

  • Penegakan aturan seleksi PPPK secara objektif dan adil.

Jika ini dibiarkan, maka seleksi PPPK bukan lagi tentang masa depan aparatur sipil negara, tapi tentang siapa paling pandai bermain koneksi dan menyiasati dokumen.

Ketika Pemerintah Jadi Mainan Nepotisme

Masyarakat kini menatap pemerintah dengan mata curiga. Karena di balik setumpuk aturan, ada jalan pintas yang hanya bisa dilewati oleh mereka yang punya koneksi. Karena di negeri ini, kebenaran bisa dibungkam dengan stempel, dan pengabdian dikalahkan oleh SK siluman.

“Rakyat kecil selalu ditindas, karena yang besar bermain di balik meja. Tapi kami tak akan diam,” ujar seorang tenaga honorer yang sudah 6 tahun mengabdi tanpa kepastian.

Ini bukan hanya soal Amran. Ini tentang ratusan, bahkan ribuan honorer yang menanti keadilan. Ini tentang generasi muda yang ingin percaya bahwa negeri ini masih punya hati nurani.

Jika kasus ini tidak diusut tuntas, maka PPPK Halmahera Selatan akan dikenang bukan sebagai jalan pengabdian, melainkan panggung kebohongan.


Polemik Indonesia

Comments0

Type above and press Enter to search.