TpC6TpY8TfW5GSM5GfAiGfApBA==

Polemik Ketua BPD Yaba: Dari Dana CSR Diduga Disalahgunakan Hingga Pemuda Dijebloskan ke Penjara, karna biking gaduh.


Halmahera Selatan, POLEMIK.id - Aroma tak sedap tercium dari pemerintahan desa Yaba, Kecamatan Bacan Barat Utara. Sosok yang seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan pemerintah desa justru berubah menjadi sumber kegaduhan. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Yaba, Lalescha Christiana Nita, kini berada dalam obrolan Masyarakat, polemik serius. Warga geram, lembaga kehilangan martabat, dan stabilitas desa berada di ambang krisis kepercayaan.

Dana CSR Hilang Arah, Masyarakat Tak Tahu Menahu

Salah satu titik api dari polemik ini adalah dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang yang beroperasi di desa tersebut, Nilai Nya lumayan. Dana yang seharusnya menjadi penyokong kesejahteraan masyarakat, malah diduga dikelola secara sepihak tanpa pelibatan publik (alias makan sendiri). Hingga hari ini, tidak ada laporan keuangan terbuka, tidak ada musyawarah desa, dan tidak ada transparansi.

“CSR itu milik rakyat, bukan dompet pribadi. Tapi kami tidak pernah tahu uang itu ke mana,” ungkap seorang tokoh masyarakat dengan nada kecewa.

Bukan Sekadar Lalai, Tapi Memecah Masyarakat

Polemik tak berhenti di urusan uang. Lalescha juga dituding menjadi aktor pemecah masyarakat. Bukannya menyatukan, ia justru disebut sering memprovokasi hingga memicu konflik antarwarga. Dalam satu peristiwa yang menghebohkan, ketua BPD ini diduga menghasut masyarakat desa hingga berujung bentrok dengan anggota BPD lainnya. Imbasnya, lima pemuda harus menanggung akibat di balik jeruji besi "sadis ya" akaya aktor Filem.

Ini bukan sekadar konflik internal, ini adalah buah dari kepemimpinan yang gagal memahami tanggung jawab moral dan sosial di tingkat desa.

Lembaga BPD Lumpuh Total "lumpuhlah, Ketua jalan2"

Sejak menjabat, Lalescha tidak pernah mengadakan musyawarah terbuka dengan warga. Fungsi BPD sebagai lembaga permusyawaratan dan pengawasan nyaris tidak berjalan. Warga merasa tak memiliki wakil. Aspirasi terbungkam. Pemerintahan desa berjalan tanpa kontrol.

“Kami tak pernah diajak bicara, dia bekerja sendiri, untuk kepentingan sendiri,” ujar salah satu tokoh.

Desakan Pemberhentian Menggema "Jangan Kase Kendor"

Gelombang ketidakpercayaan sudah tak terbendung. Sebanyak 590 pemilih di Desa Yaba menyatakan mosi tidak percaya dan menuntut pemberhentian Lalescha secara resmi melalui surat yang ditujukan kepada Bupati Halmahera Selatan c.q. Dinas BPMD. Tidak main-main, desakan ini didukung para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pendidikan, hingga para Ketua RT dan Kepala Dusun "Kalau sudah begini, Ga Mau turun, Bikin Malu Turunan ini".

Lemahnya Etika, Minimnya Empati, dan Terputusnya Komunikasi "Buat apa mending Makan Sendiri"

Banyak pihak menilai bahwa polemik ini terjadi bukan semata karena kesalahan teknis administratif, tetapi karena karakter dan gaya kepemimpinan Ketua BPD yang arogan, tertutup, dan elitis. Ia disebut tidak menghargai tokoh masyarakat, memutus jalur komunikasi, dan merusak kohesi sosial yang telah terbangun lama di Desa Yaba.


Pemerintah Diminta Tidak Menutup Mata

Warga kini menunggu sikap tegas dari pemerintah daerah. Jika tuntutan ini tak ditanggapi, polemik bisa berubah menjadi bara sosial yang membakar kepercayaan rakyat terhadap lembaga desa (Jangan ada Dusta Kawan).

"Ini bukan hanya tentang satu orang, ini tentang masa depan pemerintahan desa. Jika lembaga seperti BPD bisa disalahgunakan, siapa yang bisa dipercaya?" tegas tokoh agama, BENAR Juga Ya.

Redaksi mencatat bahwa hingga berita ini dirilis, pihak Ketua BPD belum memberikan klarifikasi resmi. Namun suara rakyat telah terlanjur bergema: Desa Yaba menginginkan perubahan. Dan perubahan itu dimulai dari keberanian untuk berkata: cukup. GASAK

Polemik : Halmahera Selatan

Comments0

Type above and press Enter to search.